Langkah Demi Langkah

 Hai, hai!! Kali ini saya mau menceritakan langkah-langkah yang sudah saya lalui sebagai salah satu anak yang memiliki strict parents. Jadi semua bermula saat saya kelas 4 SD. Mulai saat itu orang tua saya melarang saya bermain keluar rumah, hanya teman saya yang boleh bermain di rumah saya. Karena sekolah saya jauh dari rumah, rumah teman-teman saya pun jauh, jadilah jarang sekali ada yang bermain ke rumah saya. Awalnya saya banyak berontak, namun setelah orang tua menceritakan alasannya saya sedikit mengerti. Walau pun sampai sekarang pun saya masih menyayangkan hal itu.

Semua berlanjut sampai saya di bangku SMP. Orang tua saya, terutama ibu saya, semakin ketat terhadap saya. Saya tidak bisa ikut mengerjakan tugas kelompok jika tidak di rumah saya. Untungnya saya sering mendapatkan teman kelompok yang sama, di mana mereka sudah paham dengan kondisi keluarga saya. Jadi, sejak dulu saya tidak diperbolehkan bermain keluar oleh orang tua saya. Jujur saja, saya sering merasakan jenuh, saya juga tak jarang berbohong kepada orang tua saya demi bisa main bersama teman-teman saya.

Masuk SMA, orang tua saya memberikan sedikit kebebasan. Mulai diperbolehkan kerja kelompok selain di rumah saya. Mulai diperbolehkan main keluar bertemu teman saya, namun jika memang temannya sudah dikenal oleh ibu saya. Bahkan di SMA saya memiliki teman dekat lawan jenis. Bahkan sebelumnya orang tua saya sangat anti jika saya dekat dengan lawan jenis. Meski orang tua saya sudah memberikan kelonggaran, tapi itu tidak banyak. Saya masih banyak dibatasi dalam menjelajahi dunia saya. Saya tidak pernah diperbolehkan  bermain sedekat-dekatnya Jakarta-Bogor jika hanya dengan teman-teman. Saya pun tidak diizinkan untuk menaiki kendaraan umum untuk jarak yang menurut mereka jauh.

Saya hampir tidak pernah bermain keluar bersama teman saya, karena seringnya mereka yang bermain di rumah saya. Selain itu pun, Ibu saya tidak mengizinkan. Namun, saya sering pergi keluar kota bersama orang tua saya. Saya tidak pernah ditinggal jika mereka bepergian, mungkin jika memang dalam keadaan mendesak (tidak bisa izin untuk tidak masuk sekolah). 

Sampai sekarang saya sudah menjadi mahasiswi, merantau di kota orang. Karena semua yang terjadi, saya menjadi terbiasa ke mana-mana izin terlebih dahulu kepada orang tua saya, sekali pun saya sudah jauh dari mereka. Menurut saya, izin merupakan hal yang harus, dengan izin sama saja saya meminta doa restu kepada orang tua saya, agar perjalanan yang akan saya tempuh menjadi lancar. Ya, mungkin sebagian dari kalian berpikir "Untuk apa izin? Toh mereka nggak tahu." Yap, mereka memang tidak tahu, taoi mereka, utamanya Ibu, akan memiliki perasaan-perasaan di luar dugaan kita. Toh lebih baik memberitahu secara langsung dari pada orang tua tahu dari orang lain.

Namun, karena belakangan ini musim hujan, dan saya pun memiliki bekas luka kecelakaan yang belum sembuh sepenuhnya, jadi ketika saya meminta izin untuk main orang tua saya tidak mengizinkan, dengan alasan takut tiba-tiba hujan, dan lain sebagainya. Oh ya, karena perlakuan orang tua saya, saya pun sampai sekarang sering merasakan keraguan jika harus menaiki kendaraan umum, terlebih jika saya belum pernah menggunakan rute tersebut. Saya memiliki ketakutan lebih akan hal itu. Namun hari Minggu lalu saya diam-diam pergi bersama teman saya ke Perpustakaan Nasional RI, dan juga Museum Nasional RI. Hari itu saya pergi tanpa mengantungi izin orang tua. Saya pun pulang dan berangkat sendiri menggunakan KRL. Saya bertemu dengan teman saya di tempat tujuan, karena rute kita tidak sama.

Malam sebelum pergi saya berusaha melawan keresahan akan ketakutan saya. Karena itu menjadi pertama kalinya saya menaiki transportasi umum, sendirian. Saat hari keberangkatan, masih ada keresahan dan ketakutan itu, tapi sudah tidak mendominasi. Sampai akhirnya saya merasa enjoy dan menikmati perjalanan saya. Pulangnya saya merasakan hal luar biasa, satu langkah yang menurut saya cukup besar baru saja saya lalui. 

Banyak yang saya rasakan dalam menjalani kehidupan sebagai anak strict parents. Saya tahu semua itu demi kebaikan saya, namun jika mengingat alasan di baliknya selalu membuat saya merasakan ketidakadilan.  Di lain sisi pun saya merasa bersyukur karena mendapatkan perhatian penuh dari orang tua saya, namun di sisi lainnya saya menyayangkan semua yang mereka lakukan. Karena semua itu membentuk diri saya menjadi manusia yang selalu takut untuk memulai suatu hal sosial yang baru.


Sekian, terima kasih sudah membaca :)))

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Its About Scam Group

Kita Punya Rencana Allah Punya Kuasa